Akupantas menerima ini semua, apabila kalian masih marah, aku mohon agar maafkan aku. Aku ingin berkumpul bersama kalian lagi dan kita mulai dari awal lagi, Aku mohon!" Ucap Tuenny di suratnya, kemudian dia segera mengambil amplop di lemari kamarnya, dan dia langsung mengambil sepeda di garasi miliknya untuk ke Kantor Pos di Jalan Senandung 9 _"Berkatalah sekehendakmu untuk menghina kehormatanku, diamku dari orang hina adalah suatu jawaban._ _Bukanlah artinya aku tidak mempunyai jawaban, tetapi tidak pantas bagi singa meladeni anjing"_ _*-(Imam Syafi'i)*_ 10. _"Amalan yang paling berat diamalkan Ada 3 (tiga). :__1.) Dermawan saat yang dimiliki sedikit._ _2.) Bukanberarti aku tak punya jawaban, tetapi tak pantas bagi singa meladeni anjing.". Lainnya, "Apabila orang bodoh mengajakmu berdebat, maka sikap terbaik adalah diam, tak menanggapi. Jika kamu melayaninya, maka kamu bakal susah sendiri. Dan, bila kamu berteman dengannya, maka ia 'kan selalu menyakiti hati.". NASIHATEMAS DARI IMAM SYAFI'I 1. "Bila kau tak mau merasakan lelahnya belajar, maka kau akan menanggung pahitnya kebodohan" (Imam Syafi'i) 2. "Jangan Yangdikejar tidak dapat, yang dikendong berciciran: Untung yang dijangkakan tidak dapat, sedangkan yang telah ada terhilang pula: Zaman beralih, musim bertukar: Segala-galanya mesti disesuaikan pada keadaan zaman: Hak Cipta: senaraiperibahasa.com: Layari untuk dapat maksud, latihan dan nota peribahasa Melayu Bukanlahartinya aku tidak punya jawaban, tetapi Tidak pantas bagi seekor singa meladeni anjing-anjing (Imam asy-Syafi'i) KEEMPAT : Berusahalah untuk objektif dalam setiap permasalahan, Jangan membenci orang yang engkau debat, kecuali jika memang anda ingin menang debat, maka bencilah ia sekuat tenaga. FilosofiAnjing. Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock. Ketika saya sedang memandikan anjing peliharaan, Azwar, itu nama teman saya, bertanya siapa nama anjing saya yang blasteran gembala jerman. Spontan saya menjawab " Asu ". Memang saya memanggilnya Asu, tidak ada kaitannya dengan Azwar, mukanya saya lihat memerah karena saya b9w2U. JAKARTA, — Menggonggong adalah perilaku normal pada anjing. Russell Hartstein, pelatih anjing dan pendiri Fun Paw Care mengatakan, beberapa anjing lebih suka menggonggong daripada yang lain. Anjing menggonggong karena berbagai alasan, di antaranya, untuk waspada, untuk menunjukkan bahwa mereka senang dan siap untuk bermain, atau untuk meminta sesuatu.“Kita sering berasumsi ada anjing yang menggonggong tanpa alasan, tapi itu tidak benar. Anjing selalu punya alasan untuk menggonggong,” ujar Lisa Bernier, Kepala BARK for Good seperti dikutip dari Reader's Digest, Kamis 4/3/2021. Baca juga Anjing Tidur Mendengkur, Berbahayakah? Alasan lain anjing menggonggong adalah untuk menyambutmu yang baru saja pulang, untuk mempertahankan wilayah mereka, atau jika anjing merasa cemas akan perpisahan. Untuk itu, pastikan kamu memenuhi kebutuhan anjingmu. Hal ini akan mengurangi intensitas menggonggong pada anak anjing.“Mereka mungkin perlu ke kamar mandi atau makan. Anjing mungkin kurang terstimulasi atau kurang pelatihan, olahraga, sosialisasi, bermain, nutrisi, atau mainan. Semua hal ini bisa membuat mereka menggonggong,” ujar Hartstein. Anjing juga menggonggong karena masalah perilaku atau masalah pelatihan, serta ketakutan. Baca juga 6 Tips Membuat Anjing Panjang Umur "Menggonggong juga merupakan perilaku yang memperkuat diri sendiri, artinya anjing dapat menenangkan diri sendiri dan memberi penghargaan kepada diri sendiri dengan menggonggong," kata Hartstein. “Ini membuat beberapa kasus gonggongan lebih sulit untuk diminimalkan daripada yang lain,” imbuhnya. Cara mencegah anjing menggonggong Kesalahan terbesar yang dilakukan orang dalam hal menghentikan anjing menggonggong adalah menggunakan taktik berbasis hukuman. "Tidak hanya mereka tidak manusiawi dan tidak efektif, tetapi dampak emosional yang luar biasa, menyebabkan lebih banyak masalah perilaku dan emosional daripada awalnya," kata Hartstein. Belum lama ini. Sehabis apel masuk kantor, seorang sejawat ke ruang kerja kami. Dia menceritakan perihal sesuatu. Tentang sebuah peristiwa yang dialaminya sehari sebelumnya. Belum the end tuntas’ ceritanya, langsung kami potong. “Lain kali, tak usah dilawan. Meneng wae! Lebih baik diam! Selesai masalah!,” penggal kami. Kami potong, karena kami sudah tahu dan paham betul the main character pemeran utama’ di tuturannya itu. Kami berani begitu, juga dikarenakan almarhum ebak ayah’ memberikan tunjuk ajar demikian. Tak mungkin ebak mengajari anaknya sesuatu yang tak rancak. Tak elok. Tak santing. Setiap orang tua yang baik, tentu akan mengajarkan sesuatu yang sadis sangat cantik’ bahasa Ambon, Maluku pada buah hatinya. Bahkan tersadis. Kata ebak, satu diantara orang yang tak boleh dilawan yaitu orang buyan bebal; bodoh’. Apalagi buyan bange bebal nian’. Islam, agama yang kami anut, pun mengajarkan umatnya demikian. Firman-Nya dalam surah Al-A’raf ayat 199, artinya, “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” Bodoh di ayat tersebut, sesuai sebuah rujukan, adalah sok pintar. Sok, tipe orang seperti ini tak mau mendengar pendapat orang lain. Siapa pun berseberangan pasti salah. Demikian bunyi Pasal 1 dalam diskresinya. Sedangkan Pasal 2 dalam regulasinya yang tak bisa diamandemen itu, “Kembali ke Pasal 1.” Ali bin Abi Thalib pun “muak” dengan orang bebal. “Jangan nasihati orang bodoh, karena dia akan membencimu. Tapi, nasihatilah orang berakal, niscaya dia akan mencintaimu,” pesan Ali bin Abi Thalib. "Jika engkau duduk bersama orang bodoh, maka diamlah. Jika engkau duduk bersama ulama, maka diamlah. Sesungguhnya diammu di hadapan orang bodoh, akan menambah kebijaksanaanmu, dan diammu di hadapan ulama akan menambah ilmumu," kata Sayidina Hasan al Basri. Abu Abdullah Muhammad asy-Syafi'i juga memberi petuah sama. Dia bahkan menyarankan tak usah berteman dengan orang bebal. Imam Syafi’i, adalah seorang ulama besar yang banyak berdialog. Piawai berdebat permasalahan agama. Alkisah, saking pandainya berdebat, Harun bin Sa’id pernah berkata, “Seandainya Syafi’i berdebat untuk mempertahankan pendapatnya bahwa sebuah tiang kayu yang aslinya terbuat dari besi, tentu dia akan menang.” Imam Syafi’i tak mau berdebat dengan orang pandir. “Setiap kali berdebat dengan kaum intelektual, aku selalu menang. Tetapi anehnya, kalau berdebat dengan orang bodoh, aku kalah tak berdaya.” Lainnya, “Orang pandir mencercaku dengan kata-kata jelek, aku tak ingin menjawabnya. Dia bertambah pandir dan aku bertambah lembut. Laksana kayu wangi dibakar, malah menambah harum.” Kemudian, ujarnya, “Berkatalah sekehendakmu tuk menghina kehormatanku, diamku dari orang hina adalah suatu jawaban. Bukan berarti aku tak punya jawaban, tetapi tak pantas bagi singa meladeni anjing.” Lainnya, “Apabila orang bodoh mengajakmu berdebat, maka sikap terbaik adalah diam, tak menanggapi. Jika kamu melayaninya, maka kamu bakal susah sendiri. Dan, bila kamu berteman dengannya, maka ia kan selalu menyakiti hati.” Masih kata Imam Syafi’i, “Sikap diam terhadap orang bodoh adalah suatu kemuliaan. Begitu pula diam untuk menjaga kehormatan adalah suatu kebaikan.” Katanya juga, “Apakah kamu tak melihat bahwa seekor singa itu ditakuti lantaran ia pendiam? Sedangkan seekor anjing dibuat permainan karena ia suka menggonggong.” Imam Syafi’i mengakui sulitnya berargumentasi dengan orang jahil, “Aku mampu berhujah dengan 10 orang berilmu, tapi aku pasti tak menang dengan seorang yang jahil, karena orang jahil tak pernah paham landasan ilmu.” Larangan bersahabat dengan orang bodoh, bukan hanya dikatakan Imam Syafi’i. Buddhisme juga memerintahkan begitu. “Dengan orang-orang bodoh, tak ada persahabatan. Lebih baik seseorang hidup sendiri daripada hidup dengan para lelaki egois, angkuh, pemberontak, dan kepala batu,” tegas Sidharta Gautama. “Jangan balas kebodohan dengan kebodohan. Jangan balas keterpurukan akhlak, kecuali dengan kebijaksanaan, kedewasaan,” kata ustaz Khalid Basalamah dalam salah satu ceramahnya di Bila tak pandai menari, jangan lantai dibilang terjungkat. Bengkalis, 4 November 2019 Al-Imam asy-Syafi'i -rahimahullah- berkata Aku mampu berhujjah dengan 10 orang yang berilmu, tetapi aku pasti kalah dengan seorang yang jahil, karena orang yang jahil itu tidak pernah faham landasan ilmu. Apabila orang bodoh mengajak berdiskusi dengan kamu, maka sikap yang terbaik adalah diam, tidak menanggapi. Apabila kamu melayani, maka kamu akan susah sendiri. Dan bila kamu berteman dengannya, maka dia akan selalu menyakiti hati. Apabila ada orang bertanya kepadaku,“jika ditantang oleh musuh, apakah kamu diam?” jawabku kepadanya “Sesungguhnya untuk menangkal pintu-pintu kejahatan itu ada kuncinya.” Sikap diam terhadap orang yang bodoh adalah suatu kemuliaan. Begitu pula diam untuk menjaga kehormatan adalah suatu kebaikan. Apakah kamu tidak melihat bahwa seekor singa itu ditakuti lantaran dia pendiam?! Sedangkan seekor anjing dibuat permainan karena dia suka menggonggong?! "Berkatalah sekehendakmu untuk menghina kehormatanku, toh diamku dari orang hina adalah suatu jawaban. Bukanlah artinya aku tidak mempunyai jawaban, tetapi tidak pantas bagi 'sang singa' meladeni 'anjing anjing'," Lihat kitab “Diwan Asy-Syafi’i” karya Yusuf Asy-Syekh Muhammad Al-Baqa’iSumber

tidak pantas singa meladeni anjing